Dulu, PR identik dengan buku tulis, kertas folio, dan bolpoin yang kadang tiba-tiba neymar88 link alternatif macet pas lagi semangat nulis. Tapi sekarang, di era sekolah digital, hampir semua tugas bisa dikerjakan dan dikumpulkan secara online. Murid tinggal mengunduh materi dari Google Classroom, mengetik di laptop atau tablet, lalu mengunggahnya kembali. Tidak ada lagi drama buku ketinggalan di rumah atau kertas lecek di tas.
Selain itu, guru pun diuntungkan. Penilaian jadi lebih cepat karena semua terkumpul rapi di satu platform, dan materi bisa dibagikan tanpa perlu fotokopi setumpuk. Bahkan, beberapa sekolah sudah menerapkan paperless school, yang berarti hampir semua proses administrasi dilakukan digital.
Tapi ada satu hal yang teknologi belum bisa gantikan: interaksi sosial di dunia nyata. Meskipun PR dan presentasi bisa dilakukan online, murid tetap butuh ketawa bareng di kantin, curhat sambil duduk di tangga sekolah, atau sekadar main bareng di lapangan. Hubungan emosional ini justru menjadi pelengkap dari pembelajaran digital.
Fenomena ini menunjukkan bahwa sekolah digital sebaiknya bukan berarti semuanya harus serba online. PR online memang memudahkan, tapi curhat offline menjaga kesehatan mental, mempererat pertemanan, dan membuat kehidupan sekolah terasa lebih hidup.
Jadi, di masa depan, bukan soal memilih antara online atau offline, tapi menggabungkan keduanya. Supaya belajar tetap efektif, tapi jiwa sosial dan kebahagiaan murid juga tetap terjaga.
Baca juga: Strategi Belajar di Era Digital Agar Nggak Burnout